MAKALAH
PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
Tentang
Hakikat peserta didik
Oleh :
MUHAMMAD HENDRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
2012
Peserta
didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan
menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam
pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau
sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek
pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini,
maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan
pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dasar-dasar
kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari
orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan
dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini
keharusan untuk mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya
mengandung aspek-aspek kepentingan, antara lain :
1. Aspek
Paedogogis.
Dalam aspek
ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang
memerlukan pendidikan.Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai
animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya
tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser.Adapun manusia
dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan kearah yang
diciptakan.
2. Aspek
Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli
sosiologi, pada perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhluk yang berwatak
dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
3. Aspek
Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan
yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli
disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga
homoriligius (makhluk yang beragama).
A.
Karakteristik Peserta Didik
Setiap
peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh
lingkungan.Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu
memahami karakteristik peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik menyangkut faktor biologis maupun
faktor sosial psikologis Untuk mengetahui siapa peserta didik perlu dipahami
bahwa sebagai manusia yang sedang berkembang menuju kearah ke dewasaan memiliki
beberapa karakteristik.
Menurut
Tirtaraharja, 2000 (Uyoh Sadullah, 2010: ) mengemukakan 4 karakeristik yang
dimaksudkan yaitu :
1. Individu yang memiliki potensi fisik
dan psikis yang khas sehingga merupakan makhluk yang unik
2. Individu yang sedang berkembang. Anak
mengalami perubahan dalam dirinya secara wajar.
3. Individu yang membutuhkan bimbingan
individual.
4. Individu yang memiliki kemampuan untuk
mandiri dalam perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang
kea rah kedewasaan.
Dalam
mengungkapkan ciri-ciri anak didik Edi Suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak
didik:
1. Kelemahan dan ketidakberdayaan.
Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah yang tidak berdaya
untuk dapat bergerak harus melalui berbagai tahapan.Kelemahan yang dimiliki
anak adalah kelemahan rohaniah dan jasmaniah misalnya tidak kuat gangguan cuaca
juga rohaniahnya tidak mampu membedakan keadaan yang berbahaya ataupun
menyenangkan.Kelemahan dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena
berkat bantuan dan bimbingan pendidik atau yang disebut dengan pendidikan.
Pendidikan akan berhenti manakala kelemahan dan ketidakberdayaan sudah
berubah menjadi kekuatan dan keberdayaan, yaitu suatu keadaan yang dimiliki
oleh orang dewasa. Pendidikan justru ada karena adanya ciri kelemahan dan
ketidakberdayaan tersebut.
2. Anak didik adalah makhluk yang ingin
berkembang
Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada
saat anak lahir merupakan karunia yang besar untuk membawa mereka ketingkat
kehidupan jasmaniah dan rohaniah yang tinggi lebih tinggi dari makhluk
lainnya.Keinginan berkembang mendorong anak untuk giat, itulah yang menyebabkan
adanya kemungkinan atau pergaulan yang disebut pendidikan. Tanpa keinginan
berkembang pada anak, akan menjadikan tidak ada kemauan tidak mempunyai
vitalitas, tidak giat bahkan barang kali menjadi malas dan acuh tak acuh.
3. Anak didik yang ingin menjadi diri
sendiri.
Sepeti pernah dikemukakan bahwa anak didik itu ingin menjadi
diri sendiri.Hal tersebut penting baginya karena untuk dapat bergaul dalam
masyarakat.Seseorang harus merupakan diri sendiri, orang perorang atau pribadi.
Tanpa itu manusia akan menjadi manusia penurut, dan manusia yang tidak punya
pribadi. Pendidikan yang bersifatotoriter bahkan mematikan pribadi anak yang
sedang tumbuh.
Secara
garis besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh dua faktor yaitu :
a. Faktor bawaan merupakan faktor yang
diwariskan dari kedua orang tua individu yang menentukan karakteristik fisik
dan terkadang intelejensi,
- Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual, mental, psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu :
-
lingkungan keluarga,
Pada lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang
tua agar menjadi orang yang sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan
kesuksesan orang tuanya, kesuksesan teman orang tuanya, kesuksesan anak teman
orang tuanya, ingin merubah nasib keluarga yang melarat, motivasi sebagai kakak
yang merupakan contoh bagi adik-adiknya, motivasi sebagai adik yang tidak boleh
kalah dengan kesuksesan kakaknya.
-
lingkungan sekolah,
Dari lingkungan
sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas, motivasi ingin kaya karena
melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun motivasi dari gurunya.
-
lingkungan masyarakat.
Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya
yang sukses, motivasi karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun
motivasi karena masyarakatnya diremehkan masyarakat lain.
Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut guru dapat
memahami bahwa peserta didiknya digolongkan sebagai individu yang unik, karena
peserta didik pada hakikatnya terdiri dari individu-individu yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.Terdapatnya perbedaan individual dalam diri
masing-masing peserta didik membuat guru harus pandai-pandai menempatkan porsi
keadilan dengan tepat pada setiap peserta didiknya. Misalnya saja dalam
pelajaran fisika, tentunya tidak semua siswa berminat dalam pelajaran fisika,
mungkin ada siswa berminat pada musik, lantas guru tidak harus memaksanya untuk
dapat menyukai fisika apalagi memaksakan agar paham fisika lebih mendalam
dengan memberikan soal dan tugas yang banyak dan sulit ditambah lagi sanksinya
yang berat bila tidak dapat mengerjakan soal/tugas tersebut. Hal inilah yang
nantinya menciptakan potensi buruk pada diri peserta didik sebagai hasil
ketidakpuasanya terhadap lingkungan yang diterimanya.
Pada prinsipnya perkembangan psikis peserta didik selalu ke
arah yang lebih baik seiring dengan tingkat materi pelajaran yang diberikan
juga semakin tinggi sehingga membuat peserta didik terbiasa berpikir secara
realistis dan sistematis.Tapi guru hendaknya mendukung dan membantunya mengembangkan
potensi tersebut agar lebih optimal. Peserta didik yang demikian tidak perlu
diajarkan fisika sampai mendalam karena itu hanya akan membuatnya menjadi jenuh
pada setiap pertemuan dan sudah menjadi kompetensi guru untuk dapat menyadari
hal ini, tapi bisa juga divariasikan konsep-konsep fisika yang berhubungan
dengan bidang yang diminatinya, seandainya peserta didik tersebut tidak
mengerti paling tidak pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di kelasnya.
Selain dengan cara itu guru juga bisa melakukan pendekatan-pendekatan dalam
proses pembelajaran terhadap peserta didiknya dengan terlebih dahulu membaca
situasi. Misalnya saja dengan memberikan kesempatan kepada siswa yang pintar
untuk mengajarkan kepada temannya yang kurang mengerti.Seperti itulah guru yang
profesional.
B. HakikatSiswa
MenurutPandangan Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu teori
yang sangat terkenal berkaitan dengan teri belajar konstruktivisme adalah teori
perkembangan mental piaget. Teori ini sering disebut teori perkembangan intelektualatau
teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan
anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual yang
dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu
pengetahuan. Selanjutnya, dahar (dikutip hamzah 2006:4) menegaskan pengetahuan
tersebut dibangun dalam pikiran siswa melalui asimilasi dan akomodasi.
Pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan. Bahkan
perkembangan kognitif siswa bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan
perkembangan kognitif itu sendri meruopaan proses berkesinambungan tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan. Tahap pekembangan kognitif siswa
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan siswa
mengkonstruksikan ilmu. Berbeda dengan berdasarkan kematangan intelektual
siswa. Berkitan dengan siswa dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme terbagi atas beberapa bagian,yaitu :
1.
Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu
yanga pasif melainkan memiliki tujuan
2.
Belajar mempertimbangkan seoptimal
mumgkin proses keterlibatan siswa
3.
Pengetahuan bukan sesuatu yang datang
dari luar melainkan dikonstruksi personal
4.
pembelajaran melibatkan pengaturan
situasi kelas
Tahap perkembangan
intelektual atau tahap perkembangan kognotifataubisa juga di sebut tahap
perkembangan mental diantaranya :
1.
perkembangan intelektual terjadi
melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama.
2.
Tahap-tahap tersebut didepinisikan
sebagai suatu cluster dari operrasi mental yang menunjukkan adanya tingkah laku
intelektual dan
3.
Gerak melalui tahap-tahap tersebut
dilengkapi oleh keseimbangan proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman,struktur kognitif yang timbul
Adapun implikasi
dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan sisiwa adalah sebagai
berikut:
1.
Tujuan pendidikn menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau siswa yang memiliki kemampuan
berpikiruntuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi
2.
Kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keteeampilan dapat
dikonstruksi
Daftar
pustaka
1.
http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/perkembangan-kognitif-peserta-didik
2.
Hartono,Agung, Perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
3.
Sunarto,Haji,perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
4.
Tirtaharja, perkembangan psikologi.
Jakarta:erlangga,2000
HAKIKAT PESERTA DIDIK TK/PAUD
A.
Pengertian Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional
dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai
usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini
merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang
seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini,
khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough
(dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 1.13) sebagai berikut.
- Anak bersifat unik.
- Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
- Anak bersifat aktif dan enerjik.
- Anak itu egosentris.
- Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
- Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
- Anak umumnya kaya dengan fantasi.
- Anak masih mudah frustrasi.
- Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
- Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
- Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
- Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut.
- Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
- Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.
- Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
- Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.
- Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan terinternalisasi.
- Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya yang majemuk.
- Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan pengetahuan yang diperolehnya.
- Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
- Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
- Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.
- Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
- Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.
C.
Karekteristik anak
usia dini
Anak
usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age
(usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya.
Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan
diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
1. Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan
luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan
ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak
usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
a. Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling,
merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
b.
Mempelajari ketrampilan
menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar,
mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
c.
Mempelajari komunikasi
sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan
lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan
memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut
merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan
selanjutnya.
2. Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan
karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami
pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2
– 3 tahun antara lain :
a.
Anak sangat aktif
mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan
observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang
dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses
belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati
grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari
lingkungan.
b.
Anak mulai mengembangkan
kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan
kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi,
memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
c.
Anak mulai belajar mengembangkan
emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan
memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak
pada lingkungan.
3. Usia 4 – 6 tahun
Anak
usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
a.
Berkaitan dengan
perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini
bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
b.
Perkembangan bahasa
juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu
mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
c.
Perkembangan
kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak
yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya
anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
d.
Bentuk permainan
anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas
bermain dilakukan anak secara bersama.
Daftar pustaka
1.
blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/perkembangan-kognitif-peserta-didik
2.
blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/karekteristik-anak-usia-dini-peserta-didik
3.
blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/konsep-perkembangan-anak-peserta-didik
4.
hartono,agung, perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
5.
sunarto,haji, perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
Hakikat Peserta Didik SD
A.
Perkembangan Fisik
Masa pertengahan dan ahir anak-anak merupakan periode
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terrjadi
perubahan-perubahan pubertas, kira-kira 2 tahun menjelang anak menjadi matang
secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Karena itu masa ini
sering disebut masa “periode tenang” sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang
masa remaja. Berikit ini akan dijelaskan beberapa aspek dari pertumbuhan fisik
diantaranya :
1.
Keadaan Berat dan Tinggi Badan
Sampai dengan usia 6 atau 7 tahun terlihat badan anak bagian
atas berkembang lebih lambat daripada bagian bawah. Anggota badan relatif masi
pendek, kepala dan perut relatif masih besar. Pada usia 6 atau 7 tahun tinggi
rata-rata anak adalah 46 inci dengan berat badan 22,5 kg. kemudian pada usia 12
tahun tinggi anak mencapai 60 inci dengan berat badan 42,5 kg (Mussen, Conger
& Kagan, 1969)
Jadi, pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih
banyak dibandingkan peningkatan tinggi anak, kaki dan tangan menjadi lebih
panjang, dada dan panggul menjadi lebih besar.Peningkatan berat badan selama
masa ini terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem dan rangka otot,
serta ukuran beberpa anggota tubuh.
Pada saat yang sama, kekuatan otot-otot secara
berangsur-angsur bertambah dan gemuk bayi (baby fat) berkurang. Pertrambahan
kekuatan otot ini adalah karena faktor keturunan dan latihan (olah raga).
Karena perbedaan jumlah sel-sel otot, maka umumnya anak laki-laki lebih kuat
dibandingkan anak perempuan (Santrock, 1995)
2.
Perkembangan Motorik
Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka
selama masa ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih
terkoordinasi dibandingkan dengan masa kanak-kanak.
Sejak usia 6 atau 7 tahun, koordinasi antara mata dengan
tangan yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar, dan juga menangkap
juga berkembang. Pada usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat dan ia lebih
menyukai pencil daripada krayon untuk melukis. Dari usia 8-10 tahun, tangan
dapat digunakan secara bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus
berkembang, dimana anak mulai menulis dengan baik, ukuran huruf sudah mulai
kecil dan rapi. Pada usia 10-12 tahun anak-anak mulai memperlihatakan
keterampilan-keterampilan manipulatif menyerupai kemampuan orang dewasa. Mereka
mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit dan cepat, yang
diperlukan untuk karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen
musik tertentu (santrock, 1995)
Untuk memperhalus ketermpilan-keterampilan mereka, anak-anak
terus melakukan berbagai aktifitas fisik.Aktivitas fisik ini dilakukan dalam
bentuk permainan yang kadang-kadang bersifat informal, permainan permainan yang
diatur sendiri oleh mereka, seperti permainan umpet-umpetan, dimana anak dimana
anak menggunakan keterampilan motoriknya.
B.
Perkembangan Kognitif
Seiring dengan masuknya anak kesekolah dasar, maka kemampuan
kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dalam masuk
sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas.bibawah ini akan
dijelaskan beberapa perkembangan kognitif anak diantaranya :
1.
Perkembangan memori
Setelah anak berusia 7 tahun tidak terlihat peningkatan yang
berarti.Cara mereka memproses informasi menunjukan
keterbatasan-keterbatasandibandingkan dengan orang dewasa.
Meskipun selama periode initidak terjadi peningkatan yang
berarti dalam memori jangka panjang, malah menunjukkan
keterbatasan-keterbatasan, namun selama periode ini mereka berusaha mengurangi
keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan menggunakan apa yang disebut denga strategi memori,yaitu perilaku yang sengaja
digunakan untuk meningkatkan memori. Maltin (1994) menyebutkan 4 strategi
memori diantaranya :
a.
Rehearsal (pengulangan) adalah salah satu strategi
meningkatkan memori dengan cara menulangi berkali-kali informasi setelah
informasi tersebut disajikan
b.
Organization (organisasi) merupakan strategi peningkatan
memori dengan cara pengelompokan atau pengkategorian
c.
Imagery (perbandingan) adalah tipe dari karekteristik
pembayangan dari seorang (chalpin, 2002).
d.
Retrieval (pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan
atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanannya.
2.
Perkembaangan Pemikiran Kritis
Pemikiran kritis telah didefinisikan secara beragam oleh
beberapa ahli. Nickerson (dalam seifert& hoffnung, 1994) misalnya mendefinisikan
pemikiran kritis sebagai “reflection or trought about compleks issues, often
for porpuse of chossing actions related to those assues,”
rumusan
santrock (1998) tentang pemikiran kritis adalahcritical thingking involves
grasping the deeper meaning of problems, keeping open mind about different
approaches and perspectives, not accepting on faith what other people and book
tell you, and thingking reflectively rather than accepting the first idea than
come to mind.
Dari kedua rumusan diatas dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan pemikiran kritis adalah pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan
secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai
pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi
yang datang dari berbagai sumber, dan berfikir secara reflektif dan evaluatif.
Meskipun istilah “kritis” lebih merupakan masalah disposisi
(watak) daripada kecakapan (ability) dan tidak merujuk kepada pikiran, namun
sebagai mana dinyatakan oleh Perkins, Jay dan Tishman (1993) bahwa pemikiran
yang baik meliputi disposisi-disposisi untuk :
a.
Berfikir terbuka, fleksibel dan berani mengambil resiko
b.
Mendorong keingintahuan intelektual
c.
Mencari dan memperjelas pemahaman
d.
Merncanakan dan menyusun strategi
e.
Berhati-hati secara intelektual
f.
Mencari dan mengevaluasipertimbangan-pertimbangan rasional,
dan
g.
Mengembangkan metakognitif
Menurut santrock (1998) untuk mampu berfikir kritis, anak
harus mengambil peran aktif dalam proses belajar, seperti :
a.
Mendengar secara sekssama
b.
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan
c.
Mengorganisasikan pemikiran mereka
d.
Memperlihatkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
e.
Melakukan deduksi, dan
f.
Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang secara logika
valid dan tidak valid
3.
Perkembangan Inteligensi
Intelegensi merupakan sebuah konsep abstrak yang sulit
didefinisikan secara memuaskan.Hingga sekarang, masih belum dijumpai sebuah
difinisi tentang intelegensi yang dapat diterima secara interversal. Meskipun
demikian dari sekian banyak difinisi tentang intelegensi yang dirumuskan oleh
para ahli, secara umum dapat dimasukkan kedalam salah satu dari tiga
klasifikasi berikut :
a.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan
b.
Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima
pendidikan
c.
Kemampuan berpikir secara abstrak
Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur
perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah
mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini,Alfret Binet (1857-1911),
seorang dokter dan psokolog prancis dipandang secara luas sebagai orang yang
paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes intelegensi ini.
Tes intelegensi yang dirancang Binet berangkat dari usia
mental (Mental Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang
terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak
normal yang berusia lebih muda. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental
juga diuji. Dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia
kronologisnya sama didalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental
(MA) dengan usia kronologis (CA) –usia sejak lahir-inilah yang digunakan
sebagai ukuran intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA diatas CA, sedangkan
anak yang bodoh memiliki MA dibawah CA.
4.
Perkembangan Kecerdasan Emosional
Dalam khazanah disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi,
istilah “kecerdasan emosional” (emotional entellegence), Daniel Goleman (1995)
berkesimpulan setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran
rasional dan pikiran emosional.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri.
Daniel Goleman mengklasifikasi kecerdasan emosi atas 5
komponen penting, yaitu :
a.
Meengenali emosi, yaitu mengetahui apa yang dirasakan
seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri
b.
Mengelola emosi, yaitu menangani emosi diri sendiri agar
berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir
tekanan emosi.
c.
Motivasi diri, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil
inisiatif dan bertindak secara evektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan
prustasi.
d.
Mengenali emosi orang lain/empati, yaitu kemampuan untuk
merasakan apa yang dirasakan orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan
diri sendiri dengan orang banyak atau masyarakat.
e.
Membina hubungan, yaitu kemampuan mengendalikan dan
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat
membaca situasi dan berinteraksi dengan lancar.
Dari kelima komponen kecerdasan emosi diatas, dapat dipahami
bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam mencapai
kesuksesan.
5.
Perkembangan kecerdasan Spiritual (SQ)
Spiritual Qoutient atau kecerdasan spiritual merupakan
temuan mutahir secara ilmiah yang pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian
Marshal.Zohar dan Marshal menjelaskan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.menurut Yadi Purwanto (2003), ada
dua hal yang di anggap penting oleh zohar dan Marshal, yaitu aspek nilai dan
makna sebagai unsur dari SQ. Hal ini terlihat dari berbagai ungkapan Zohar dan
marshal sendiri diantaranya :
a.
SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah
makna dan nilai.
b.
SQ adalah kecerdasan untuk menempatkan prilaku manusia dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya
c.
SQ adalah kecerdasan untuk kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain.
d.
SQ adalah kecerdasan yang tidak hanya untuk mengetahui
nilai-nilai yang ada, tetapi juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai
baru.
Hakikat peserta didik SMP dan SMA
A.
KARAKTERISTIK
PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH
Pada usia sekolah menengah
yaitu usia SLTP dan SLTA,anak berada pada masa remaja atau pubertas atau
adolesen.masa remaja adalah masa peralihan atau transisi antara masa
kanak-kanak dangan dewasa.meskipun perkembangan aspek-aspek kepribadian telah diawali
pada masa sebelumnya,tetapi puncaknya boleh dikatakan terjadi pada masa
kini,sebab setelah melewati masa ini remaja telah berubah menjadi seorang
dewasa yang dewasa yang boleh dikatakan
telah terbentuk suatu pribadi yang relative tetap.pada masa transisi ini
terjadi perubahan-perubahan yang sangat cepat.
1. Perkembangan Fisik/Jasmani
Salah satu segi perkembangan
yang cukup pesat dan nampak dari luar adalah perkembangan fisik.pada masa
remaja,perkembangan fisik mereka sangat cepat dibandingakan dengan masa-masa
sebelumnya.pada masa remaja awal (usia SLTP) anak-anak ini nampak postur tubuhnya
tinggi-tinggi tetapi kurus.pada usia 11-12 tahun tinggi badan anak laki-laki
dan wanita tidak jauh berbeda, pada usia 12-13 tahun pertambahan tinggi badan
anak wanita lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki , tetapi pada usia 14-15
tahun anak laki-laki akan mengejarnya, sehingga pada usia 18-19 tahu tinggi
anak laki-laki jauh dari wanita, lebih tinggi sekitar 7 sampai 10 cm.Rata-rata
pertambahan tinggi badan masih dapat diperkirakan. Tetapi pertambahan berat
lebih sulit diperkirakan.Selain terjadi pertambahan tinggi badan yang sangat
cepat,pada masa remaja berlangsung perkembangan seksual yang cepat
pula.perkembangan ini ditandai dengan munculnya cirri-ciri kelamin primer dan
sekunder.ciri-ciri kelamin primer berkenaan dengan perkembangan alat-alat produksi,baik
pria maupun wanita.pada awal masa remaja anak wanita mulai mengalami menstruasi
dan laki-laki mengalami mimpi basah, dan pengalaman ini merupakan pertanda
bahwa mereka telah memasuki masa kematangan seksual.pengalaman pertama
menstruasi pada wanita ,sering kali dirasakan oleh remaja sebagai sesuatu yang
mengagetkan, menakutkan, menimbulkan rasa cemas, takut dan malu.adakalanya
mereka menutup-nutupi atau menyembunyikan pengalaman tersebuut.karena itu, ada
siswa pada awal remaja menampakkan tingkah laku yang bermacam-macam. Disinilah
penerangan dan bimbingan dari guru sangat diperlukan menjelang mereka memasuki
masa remaja.pengalaman mimpi basah pertama pada anak laki-laki, juga
menimbulkan kekagetan walaupun tidak sebesar pada anak wanita.setelah
pengalaman tersebut biasanya terjadi perubahan perhatian dan perasaan terhadap
lawan jenis selanjutnya, cirri-ciri kelamin sekunder, berkenaan dengan
tumbuhnya bulu-bulu pada seluruh badan, perubahan suara menjadi semakin
rendah-besar (lebih besar pada pria),membesarnya buah dada pada wanita, dan
tumbuhnya jakun pada pria. Dengan perkembangan cirri-ciri kelamin sekunder ini,
secara fisik remaja mulai menampakkan ciri-ciri orange dewasa. Bertolak
dari perkembangan fisik ini nampak bahwa laju perkembangan siswa sekolah
menengah memiliki perbedaan karaktristik antara siswa SLTP (Remaja awal) dengan
siswa SLTP(Remaja akhir). ABIN SYAMSUDDIN
MAKMUN (1996:92) memetakan perbedaan profil perkembangan fisik dan prilaku
psikomotorik antara remaja awal dengan remaja akhir seperti tampak pada tabel
berikut:
Tabel:
Perbedaan profil
perkembangan Fisik siswa SLTP dan siswa SLTA
NO
|
Siswa SLTP (Remaja awal)
|
Siswa SLTA (Remaja akhir)
|
1..
|
Laju perkembangan secara
umum berlangsung secara pesat
|
Laju perkembangan secara
umum kembali menurun, sangat lambat.
|
2.
|
Proporsi ukuran tinggi dan
berat badan sering kurang seimbang (Termasuk otot dan tulang belulang)
|
Proporsi ukuran tinggi dan
berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan tubuh orang dewasa.
|
3.
|
Munculnya cirri-ciri
sekunder (Tumbuh bulu pada pubic region,
otot mengembang pada bagian-bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi
kelenjar jenis (menstruasi pada wanita dan polusi pada pria pertama kali)
|
Siap berfungsinya
organ-organ Reproduktif seprti pada orang-orang yang sudah dewasa.
|
4.
|
Gerak-gerik tampak
canggung dan kurang terkoordinasikan.
|
Gerak-geriknya mulai
mantap
|
5.
|
Aktif dalam berbagai jenis
cabang permainan yang dicobanya
|
Jenis dan jumlah cabang
permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada
persiapan kerja.
|
2. Perkembangan Kognitif
a. Perkembangan pengambilan
keputusan
Pengambilan keputusan
(decision making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari
perbuatan itu disebut keputusan.Ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana
seorang remaj mengambil keputusan, mak dapat diketahui perkembangan
pemikirannya.
Dalam hal pengambilan
keputusan ini, remaja yang lebih tua ternyata lebih kompeten dari pada remaja
yang lebih muda, remaj yang lebih muda cendrung menghasilkan pilihan-pilihan,
menguji situasi dari berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari
keputusan-keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber. Akan
tetapi bila dibandingka dengan remaja yang lebih tua, remaja yang lebih muda
memiliki kemampuan yang kurang dala
keterampilan pengambilan keputusan.
Meskipun demikian,
keterampilan pengambilan keputusan oleh remaja yang lebih tua seringkali jauh
dari sempurna, dan kemampuan mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan
semacam itu akan dibuat dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak jarang remaja terpaksa
mengmbil keputusan yang salah karna dipengaruhi oleh orientasi masyarakat
terhadap remaja dan kegagalannya untuk memberi remaj pilihan-pilihan yang
memaadai. Misalnya, keputusan seorang remaja yang tinggal didaerah minus
dipusat kota untuk terlibat dalam perdagangan obat-obatan telarang, walaupun
beresiko tinggi mungkin bukan akibat dari kegagaln remaja untuk
mempertimbangkan semua informasi yang
relevan. Tetapi mungkin merupakan hasil pikiran yang mengenai hal untung-rugi
dalam situasi yang menekan, yang menawarkan pilihan-pilihan yang tebatas atau
tidak ada alternatif lain.
b. Perkembangan orientasi masa
depan
Orientasi masa depan adalah
salah satu penomena perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja.
Sebagai sebagai individu yang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak
mencapai kedewasaan, remaja mempunyai tugas-tugas perkembangan yang mengarah
pada persiapannya untuk memenuhi tuntunan dan harapan peran sebagai orang
dewasa. Oleh sebab itu sebagaiman dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1981),
remaja mulaimemikirkan tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja
mulai memberikan perhatian yang basar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang
akan dijalaninya sebagai manusia dewasa dimasa depan.
Menurut G. Trosmmsdorff
(1983), orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motipasional yang
kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang diri dimasa depan dalam interaksinya
dengan lingkungan, sedangkan menurut Nurmi (1991), orientasi mas depan
berkaitan erat dengan harapan,tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian
tujuan di masa yang akan datang.
c. Perkembangan kognisi sosial
dan penalaran moral
Keterampilan berfikir baru
yang dimiliki remaja adalah pemikiran sosial. Pemikiran sosial ini berkenaan
degan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang masalah- masalah hubugan pribadi
dan sosial remaja awal memiliki pemikiran pemikiran logis,tetapi dalam
pemikiran logis ini mereka sering kali menghadapi kebingugan antara pemikiran
orang lain.
Dalam perkembangan nilai-
nilai keadilan dan kejujuran,remaja kurang ofortunistik dibandingkan dengan
masa sebelumnya.para remaja pada umumnya memberikan penilaian terhadap suatu
situasi masih berpegang pada prinsip-prinsip yang berlaku dalam kehidupan
kekerabatan dan sebaya serta peraturan-peraturan kenegaraan
Pada masa remaja rasa
kepedulian terhadap kepentingan dan kesejahteraan orang lain cukup besar
,tetapi kepedulian ini dipengaruhi oleh sifat egosentrisme .pada masa remaja
juga telah berkembang nilai moral berkenaan dengan rasa bersalah,telah tumbuh
pada mereka bukan saja rasa bersalah karena berbuat tidak baik remaja sudah
mengetahui nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang mendasar,tetapi mereka belum
mampu melakukannya,mereka sudah menyadari bahwa membahagiakan orang lain itu
adalah baik,tetapi mereka belum mampu melihat bagaimana merealisasikannya. Profil
perkembangan pemikiran sosial dan molaritas antara siswa SLTP dan siswa SLTA
dipetakan seperti tampak pada tabel berikut.
TABEL
Perbedaan profil
perkembangan pemikiran sosial dan moralitas Antara
siswa SLTP dan siswa SLTA
NO
|
Siswa SLTP (Remaja awal)
|
Siswa SLTA (Remaja akhir)
|
1.
|
Diawali dengan
kecendrungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan
banyak tetapi bersifat temporer
|
Bergaul dengan jumlah
teman yang lebih terbatas dan selektif serta bertahan lebih lama.
|
2.
|
Adanya ketergantungan yang
kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
|
Ketergantungan kepada
kelompok sebaya berangsur fleksibel,kecuali dengan teman dekat pilihannya
yang banyak memiliki kesamaan minat,
|
3.
|
Adanya ambivalensi antara
keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan
bantuan dari orang tuanya.
|
Mulai dapat
memeliharajarak dan batas-batas kebebasannya mana yang harus dirundingkan
dengan orang tuanya.
|
4.
|
Dengan sikapnya dan cara
berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis
dengan kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari oleh para pendukungnya
(ortang dewasa).
|
Sudah dapat memisahkan
antara siswa nilai-nilai dengan kaidah-kaidah normative yang universal dari
para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat keliru atau kesalahan.
|
5.
|
Mengidentifikasi dirinya
dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
|
|
d. Perkembangan pemahaman agama
Perkembangan kemampuan
berfikir remaja mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama
kalau pada tahap usia sekolah dasar pemikiran agama ini bersifat
dogmatis,artinya masih dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat konkret dan
berkenaan dengan sekitar kehidupannya, maka pada masa remaja sudah berkembang
lebih jauh, didasari pemikiran-pemikiran rasional, menyangkut hal-hal yang
bersifat abstrak atau gaib dan meliputi hal-hal yang lebih luas. Remaja yang
mendapatkan pendidikan agama yang itensif, bukan hanya telah memiliki kebiasaan
melaksanakan kegiatan peribadatan dan ritual agama, tetapi juga telah
mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih mendalam
yang membentuk keyakinannya dan menjadi peganganb dalam merespon terhadap
masalah-masalah dalam kehidupannya.Pada ,masa remaja awal, gambaran tuhan masih
diwarnai oleh gambarantentang ciri-ciri manusia, tetapi padamasa remaja akhir
gambaran ini telah berubah kearah gambaran sifat-sifat tuhan yang sesungguhnya. Perbedaan
profil perkembangan agama dan keyakinan antara siswa SLTP dan siswa SLTP adalah
sebagai berikut:
TABEL
Perbedaan profil perkembangan
agama dan keyakinan Antara siswa SLTP dan siswa SLTA
NO
|
Siswa SLTP (Remaja awal)
|
Siswa SLTA ( Remaja akhir)
|
1.
|
Mengenaieksistensi
(keberadaan), sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara
kritis dan skeptis.
|
Eksistensi dan sifat
kemurahan serta keadilan tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem
.kepercayaan atau agama yang dianutnya.
|
2.
|
Penghayatan kehidupan
keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin didasarkan atas pertimbangan adanya
semacam tuntutan yang memaksa dirinya.
|
Penghayatan dan
pelaksanaan kehidupan keagamaan sehari-hari
mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya
sendiri yang tulus ikhlas
|
3.
|
Masih mencari dan mencoba
menemukan pegangan hidupnya.
|
Mulaimenemukan pegangan
hidup yang definitive.
|
3. Perkembangan Intelektual
Sejalan
dengan perkembangan fisik yang cepat, berkembang pula kemampuan intelektual
berfikirnya.Kalau pada anak usia sekolah dasar, kemampuan berfikir anak masih
berkenaan dengan hal-hal yang konkret atau berfikir konkret, pada masa SLTP
mulai berkembang kemampuan berfikir abstrak, remaja mampu membayangkan apa yang
akan dialami bila terjadi suatu peristiwa umpamanya perang nuklir, kiamat dan
sebagainya. Remaja telah mampu berfikir jauh melewati kehidupannya baik dalam
dimensi ruang maupun waktu. Berfikir abstrak adalah berfikir tentang ide-ide,
yang oleh jean piaget seorang ahli psikologi dari swis disebutnya sebagai
berfikir formal operasional. Berkembangnya kemampuan berfikir formal
operasional pada remaja ditandai dengan tiga hal penting.Peratma, anak mulai
mampu melihat (berfikir) tentang kemungkinan-kemungkinan. Kalau pada usia
sekolah dasar anak hanya mampu melihat kenyataan, maka pada usia remaja mereka
telah mampu berfikir tentang kemungkinan-kemungkinan.kedua, anak telah mampu
berfikir ilmiah. Remaja telah mampu mengikuti langkah-langkah berfikir ilmiah,
dari mulai merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis,
mengumpulkan dan menolah data sampai dengan menarik kesimpulan.Ketiga, Remaja
telah mampu memadukan ide-ide secara logis.Ide-ide atau pemikiran abstrak yang
kompleks telah mampu dipadukan dalam suatu kesimpulan yang logis. Oleh karena itu guru perlu mendorong mulai kemampuan
berfkir, para siswa pada usia ini, tentang kemungkinan ke depan. Mengarah para
siswa kepada pemikiran tentang pekerjaan yang tentunya pemikiran tersebut,
disesuaikan dengan pertambahan usia. Para remaja muda(usia SLTP)pemikiran
tentang pekerjaan masih diwarnai oleh fantasinya, sedang pada remaj dewasa
(usia SLTA) sudah lebih realistik. Pada
usia sekolah dasar anak sudah memiliki kemampuan mengingat imormasi dan
keterampilan memproses informasi tersebut.dengan telah dikuasainya kemampuan
berfikir formal, maka keterampilan memproses memperoses informasi berkembang
lebih jauh.keterampilan memperoses impormasi ini pada remaja lebih cepat dan
kuat,dan ini sangat memegang peranan
penting dalam penyelesaian tugas tugas yang mereka hadapi,pada remaja memiliki
keungulan keterampilan,umpamanya mereka sudah dapat mengerti dan dapat
mengerjakan degan benar bentuk tes objektif tanpa penjelasan dari
guru.Penguasaan keterampilan memperoses informasi ini menyempurnakan atau
membulatkan penampilan penguasaan kognitif mereka. Bertolak dari uraian di atas
dan pengayan dari Abin syamsudin makmun
(1996:92)berikut ini disajikan perbedaan perkembangan intelektual antara siswa
SLTP dengan siwa SLTA.
TABEL
Perbedaan profil perkembangan Antara siswa SLTP dengan
siswa SLTA
NO.
|
Siswa SLTP (Remaja awal)
|
Siswa SLTA (Remaja akhir)
|
1.
|
Proses berfikirnya sudah
mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal(asoiasi, diferensiasi,
komparasi, dan kausalitas) dalam ide-ide atau pemikiran abstrak ( meskipun
relative terbatas).
|
Sudah mampu mengoprasikan
kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat generalisasi yang
lebih konklusif dan komprehensif
|
2.
|
Kecakapan dasar umum (
general intelegensi) menjalani laju perkembangan yang terpesat ( terutama
bagi yang belajar disekolah
|
Tercapainya titik puncak (
kedewasaan intelektual umum , yang mungkin ada pertambahan yang sangat
terbatas bagi yang terus bersekolah ).
|
3.
|
Kecakapan dasar khusus (
bakat atau aptitude) mulai menunjukkan kecendrungan-kecendrungan lebih jelas.
|
Kecenderungan bakat
tertentu mencapai titi puncak dan kemantapannya.
|
4. Perkembangan Pemikiran
Politik
Perkembangan pemikiran
politik remaja hamper sama dengan perkembangan moral, karena memang keduanya
berkaitan erat.remaja telah memilikipemikiran-pemikiran politik yang lebih
kompleks dari anak-anak sekolah dasar.mereka dapat melihat pembentukan hukumdan
peraturan-peraturan legal secara demokratis, dan melihat hal-hal tersebut dapat
diterapkan pada setiap orang dimasyarakat, dan bukan pada kelompok-kelompok
khusus. Remaja
juga masih menunjukkan adanya kesenjangan atas prinsip”Seluruhnya atau tidak
sma sekali’’ , sebagai cirri kemampuan pemikiran moral tahap tinggi, tetapi
lebih banyak didasari oleh pengetahuan-pengetahuan politik yang bersifat
khusus, meskipun demikian pemikiran mereka sudah lebih abstrak dan kurang
bersifat individual dibandingkan dengan usia anak sekolah dasar.
B.
PERBEDAAN INDIVIDU DAN KEBUTUHAN ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH
Manusia adalah makhluk unik
yang memiliki kekhasan masing-masing.tidak ada manusia yang persis
sama,termasuk bagi anak yang kembar identik.
1.
Perbedaan Individual Pada Anak Usia Sekolah Menengah
Perbedaan secara psikis atau
psikologi meliputi perbedaan dalam tingkat kecerdasan atau lebih dikenal dengan
intelegensi, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam minat,perbedaan dalam
sikap dan kebiasaan belajar. Dalam
pendekatan lain perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan
berdasarkan perbedaan dalam kemampuan potensial (potensial ability) dan kemampuan nyata (actual ability)kemampuan potensial adalah kecakapan yang masih
terkandung dalam diri siswa yang diperolehnya secara pembawaan, sehingga
memiliki peluang untuk berkembang menjadi kemampuan nyata. Sedangkan kemampuan
nyata adalah kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang
juga, karena merupakan hasil usaha atau belajar yang bersangkutn dengan cara,
bahan dan dalam hal tertentu yang telah dijalaninya. Oleh karena itu kemampuan
nyata ini disebut juga prestasi belajar(achievement). Cakupan
mengenai kemampuan potensi sejalan dengan kemampuan psikologis seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.Berikut ini dijelaskan perbedaan individual siswa
sekolah menengah secara lebih merinci.
2.
Perbedaan Dalam Intelegensi
Intelegensi
adalah kemampuan umum seseorang dalam memecahkan masalah dengan cepat, tepat,
dan mudah. Pengertian intelegensi secara
psikologis lebih menekankan pada efisiensi mental (mental effisiensi) dan kapasitas pemahaman abstrak (abstract reasoning) yang diperlukan
dalam menggunakan bahasa symbol. Sedangkan
definisi tentang intelegensi secara operasional malibatkan spesifikasi perilaku
intelegent secara lebih rinci dan menemukan cara mengukur spesifikasi yang
dimaksudkan. Dengan demikian perilaku intelegen diekspresikan dalam arti
pengukuran ,yaitu apa yang di ukur oleh tesin telejensi pengelompokan intelegensi
didasarkan pada ukuran yang dikenal dengan IQ (intligensi Quotient).IQ
diperoleh dengan memberikan seperangkat tes intelegensi kepada siswa yang di
tes (testee) . Hasil tes intelegensi di kelompokan seperti dapat di amati
seperti tabel berikut ini :
TABEL : klasifikasi tingkat
kemampuan umum (Intelegensi)
IQ
|
Persentase dari populasi
|
klasifikasi
|
140 ke atas
|
1
|
Genius (jenius)
|
130-139
|
2
|
Very superior (sangat
unggul)
|
120-129
|
8
|
Very superior (sangat
unggul)
|
110-119
|
16
|
Superior ( unggul)
|
100-109
|
23
|
Average (normal)
|
90-99
|
23
|
Average (normal)
|
80-89
|
16
|
Dull average (mendekati
normal)
|
70-79
|
8
|
Borderline (lambat)
|
60-69
|
2
|
Mentally defficeient
|
Di bawah 60
|
1
|
terbelakang
|
3.
Perbedaan dalam keperibadian
Keperibadian
berasal dari bahasa inggris personality .Personality berasal dari personae
bahasa yunani yang artinya topeng konon istilah ini banyak dipakai para pemain
sandiwara atau teater yang memakai topeng dalam memerankan suatu tokoh dalam
cerita hal ini mengandung arti bahwa kepribadian itu adalah perilaku yang di
tampilkan oleh seseorang dalam situasi tertentu.
Pengertan kepribadian
menurut allport adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem
pisikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dan
lingkungan.Organisasi dinamis memberikan gambaran bahwa kepribadian itu
senantiasa berubah kepribadian mengandung kecendrungan merupakan faktor penentu
yang berperan aktif dalam menentukan prilaku individu.Sebagaimana yang telah
digambarkan sebelumnya, bahwa ciri perkembangan individu pada masa remaja (adolesen) adalah masuk pada masa krisis
akan menjelma menjadi remaja yang sukses, sebaliknya jika tidak dapt mengatasi
krisis akan menjadi remaja budak narkoba.Selanjutnya remaja gagal
menemukan identitas dirinya, maka remaja menjadi kebingungan(confusion) dalam menentukan identitas
dirinya. Cirri utama pada masa ini menurut Erikson adalah identity versus confusion.kagagalan dalam mengatasi krisis
identitas ini akan menyebabkan kegagalan remaja menjadi orang dewasa yang
memiliki kepribadian terpadu. Tetapi sebaliknya jikabmenemukan identitas diri,
remaja akan menjelma menjadi manusia dewasa yang memiliki pribadi yang terpadu.
Disinilah peran penting guru disekolah untuk membantu memudahkan penemuan
identitas diri remaja.
Daftar pustaka
1.
hartono,agung, perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
2.
sunarto,haji,perkembangan peserta
didik. Jakarta:rineka cipta,2008
3.
sarwono, sarllito w, psikologi remaja.Jakarta:Rajawali
Pers,2011
0 komentar: